merapi
sebuah upeti
ataukah ilusi peti mati
berharap pada janji yg melukai
merapi
tak pernah cukup sekali
kau vonis mati kami
demi sebuah ke akuan diri
inikah harga yg pantas kami bayar
inikah mahar
sebuah janji surgawi yg berkobar kobar
mentawai
di dasar dada, jantung laut berdetak,
menghitung saat maut, gemetar ombak
mengukur pantai yang semakin jarak,
juga permukaan yang tak tertebak
"kau koral di palung laut," kataku.
"Ya, seberapa dalam kau berani menyelam,
menemukan aku sebagai kekal cahaya?" katamu.
padahal akulah pari hantu. mengibas sirip,
mendekap, dalam dengus gelap, berburu waktu:
liar birahi laut, kutemukan dalam tubuhmu.
Entri Populer
-
ingin sekali kubunuh diriku (tapi bukan bunuh diri) membunuh diriku yaitu diriku yang membunuh aku akan kucabik mereka yang ada didalam diri...
-
mesra mencinta mulai menghilang makna mengasihi musnah memalingkan muka menatap maya menggauli malam merengkuh maksiat mengucap mantra menya...
-
di sebuah malam yang hening dan meresap di kalbu ada peristiwa cahaya yang mesti di jaga ya Allah... telah KAU utus.. JibrilMU,menemui Rasul...
-
ketika pagi telah menjulang kulihat sang mentari bersinar dengan seyuman indah di wajahnya ketika ku coba melangkah dihari ku yang kelam kul...
-
sebelum senja tiba biarkan angin berlalu di sela pepohonan nan merdu membawa angin masa lalu sebelum senja tiba biarkan awan berkelana memba...
-
kusimpan kangen ini kusimpan. tapi aq tak bisa tak bisa tak membuka dan kubuka hati membaca tanda atas status tertera barangkali hanya kata ...
Rabu, 27 Oktober 2010
Sabtu, 23 Oktober 2010
ROMANSA SCANGKIR KOPI
etelah ku sedu segala pahit manis
pekatnya kehidupan dalam anganmu
aku pun semakin pasti dan mengerti
begitu kamu menjanjikan arah masa
jinakkan muara lelah di benak
cemari kisah nan tak jua pernah selesai
lindungi ingatan dari seluruh kisah kelu
satukan tiap keberadaan penuh syukur
setelah ku teguk hangatmu dari setiap puja
penuh sajian rindu langkah berjuta harap
sibak berkas berkas sinar matahari nan kusut
gambarkan keseluruhan rupamu penuh sungguh
kau memasung ketelanjanganku
menyimpan benih benih kenangan
lalu perlahan munculkan tunas
di kepala menari di lembaran waktu
bersamamu kunikmati pagi dan malam
terbitkan 99 namamu di setiap simpang
dirikan keseluruhan tanda keagunganmu
di tiap rak buku dan lemari makan
aku mencintaimu penuh sungguh
mau kah bercinta denganku
buat aku merasa muda
untuk selalu siap jatuh cinta
KEBERADAANMU
kau yang duduk di singgasana tahta negri ini
bersenandung dari balik janji manies nan puitis
keberadaanmu tak sanggup obati luka kami lagi
kakimu lumpuh oleh kekuasaan yang mengikat
kau yang berpidato penuh wibawa dan gagah di sana
menjabarkan tentang jati diri dan gemilang kekuasaan
pidatomu tak sanggup lagi cerahkan ingatan kami
penuh dikacaukan oleh harga sembako dan berita di TV
kau yang sibuk mengkampanyekan wajah di jalanan
memajang potret dan mengemas diri penuh pesona
harga dirimu di koran koran tak mampu mengisi lapar
mengeja rupiah yang tak mampu membayar keringat
di mana mana darah dan air mata tumpah berlinang pilu
keluh zaman tak pernah habis menghisap waktu kami
kami yang tak mampu jadi fikiran tuk kau pertimbangkan
terus saja kau bungkam dengan kepiawaia dan orasimu
di sini terlihat keprihatinan kau lupakan
anak anak mereguk asap racun televisi, internet, dan game
lalu menyemburkannya di tempat bermain, sekolah dan mimpi
lalu semuanya begitu biasa, jadikan miris sebagaia kehebatan
betapa menyedihkan hadir di negrei ini tanpa kesempatan
tuk turun dikeramaian mimpi terhalang oleh dolar dan kuasa
begitu menyedihkan melihatmu masih percaya diri bermimpi
dengan berceloteha, mengemas janji, memamerkan citra diri
begitu lama aku berjalan dengan membawa doa ibu di punggungku
menjaga pesan air susunya tuk membayar kesedihannya di sini
lintasi jalan yang penuh gumpalan mendung dan hujan di hadapan
mengerat bukit, menembus awangelap yang kau cemari
wahai kau yang duduk di kursi EMPUK, yang terus berpidato
wahai kau yang terlalu sibuk mengemas diri dari kampanye MANDUL
pulanglah kepangkuan doa ibu tuk menjemput pesan TUHAN nan damai
jadikanlah kami catatan yang selalu kau bawa dalam ingatanmu
hingga kau begitu pantas untuk kami kenang dalam DOA
doa yang menjadikan keberadaanmu dan kami
Sabtu, 09 Oktober 2010
MENANTI MAWAR ABADI
musim berganti kembang bersemi
terlihat indah di jambangan hati
tak kan pernah jemari ini memetik setangkai wangi
...hingga kau tertunduk layu mengering mati
semerbakmu iringi aku yang menjadi embun pagi
tetes demi tetes ...,perkelopakmu terbasahi
terpancar mewarni ketika ku menjelma mentari
kembang putikmu kan selalu ku sinari menyapu pagi
selalu ada mekar pada setiap kembang sejati
walaupun layu kau kan terus tumbuh berganti
ada setia wangi pada aroma bunga pengganti
menabur harum pada taman jiwa yang mati
biarkan aku menjadi daun pada tangkaimu yang berduri,
ikhlasku...,tekadkan hati niatkan nurani
menunggu kembang kuncupmu mekar kembali
dan selalu berseri pada setiap musim di dunia ini...
Jumat, 01 Oktober 2010
TINGGAL KENANGAN (hutanku)
gelapnya hutan dirangkul malam
tak lah bulan membiarkan
cahayanya menyelinap diketiak dedaunan
remang temaram penuh keromantisan
teduh syahdu mendamaikan
burung, jangkrik, kumbang menyatukan
merdu dialunan nada
sungguh tiada meresahkan
penuh tentram hingga fajar menerangkan
namun kicauan riang tiba-tiba tergantikan
hiruk pikuk penuh ketakutan
segenap penghuni berlarian
derap langkah datang penuh keserakahan
nembuat hutanku bak neraka jahanam
asap hitam membumbung ke ketinggian
menghancurkan kehidupan dalam hitungan
jam
hutanku kini tinggal kenangan
kabut menyeruak ke pemukiman
menyusup lunak ke rongga pernafasan
mata merah hambat penglihatan
hutanku hilang
tanahnya lekang
kemarau datang kabut tersandingkan
hujan tiba rakyat kebanjiran
sampai kapankah ini kan dibiarkan..?
tak lah bulan membiarkan
cahayanya menyelinap diketiak dedaunan
remang temaram penuh keromantisan
teduh syahdu mendamaikan
burung, jangkrik, kumbang menyatukan
merdu dialunan nada
sungguh tiada meresahkan
penuh tentram hingga fajar menerangkan
namun kicauan riang tiba-tiba tergantikan
hiruk pikuk penuh ketakutan
segenap penghuni berlarian
derap langkah datang penuh keserakahan
nembuat hutanku bak neraka jahanam
asap hitam membumbung ke ketinggian
menghancurkan kehidupan dalam hitungan
jam
hutanku kini tinggal kenangan
kabut menyeruak ke pemukiman
menyusup lunak ke rongga pernafasan
mata merah hambat penglihatan
hutanku hilang
tanahnya lekang
kemarau datang kabut tersandingkan
hujan tiba rakyat kebanjiran
sampai kapankah ini kan dibiarkan..?
Langganan:
Postingan (Atom)